Search

This study formulate efficient protocol in tissue of culture Chrysanthemum as an early stages for development of Chrysanthemum plant cell engineering. Cell suspension culture experiments were arranged in a completely randomized design (CDR) using two factors. The first factor is type and concentration of auxin, (NAA 0.1 mg L-1; 1.5 mg L-1; 1.0 mg L-1; 1.5 mg L-1; 2.0 mg L-1, 3 mg L-1 and without auxin). The second factor is concentration of BAP (0.5 mg L-1; 1.0 mg L-1; dan 2.0 mg L-1; and without BAP). In plantlet regeneration experiment we used a completely randomized design (CRD) in factorial of two factors. The first factor is type and concentration of NAA and 2iP (each 0 mg L-1; 0.1 mg L-1; 0.5 mg L-1; 1.0 mg L-1). The second factor is concentration of BAP (0 mg L-1; 0.5 mg L-1; 1.0 mg L-1; dan 2.0 mg L-1). Separateexperiment on regeneration was also tested using of TDZ (0 mg L-1; 0.5 mg L-1; 1.0 mg L-1; 1.5 mg L-1; 2.0 mg L-1). Callus used for regeneration was 100 mg. Each combination of treatments in the experiments were repeated 4 times. Analysis of variance show largest callus biomass weight gain after 30 days suspension in combination treatment of NAA 1.0 mg L-1 + BAP 0.5 mg L-1 (1.55 g). Addition of NAA 0.5 mg L-1 and BAP 0.5 mg l-1 on the regeneration medium showed the best response to the growing rate of shoots (30 days), number of shoots (5 shoots) and shoots length (2.88 cm). The addition of 2iP 0.5 mg L-1 and BAP 2.0 mg L-1 in regeneration media gives the best results on the rate of growth of shoot (30 days) and plant height (1.88 cm). Highest number of shoots obtained on treatment of the addition of BAP 0.5 mg L-1 without 2iP (3 shoots). Callus grown on media with TDZ (0.5-2.0 mg L-1) changes color from green to brown. It seems that the addition Thidiazuron on regeneration medium inhibit the formulation of shoot.

Semakin berkurangnya lahan pertanian menyebabkan perlunya teknologi yang menggunakan lahan terbatas seperti vertikultur. Vertikultur merupakan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan secara vertikal sehingga menghemat lahan dan air. Teknologi semacam ini sangat baik diterapkan dalam pengembangan sayur organik karena teknik bertanam seperti ini tidak langsung menyentuh tanah yang biasanya mengandung bahan pemcemar sehingga sayur yang dihasilkan akan aman untuk konsumsi manusia. Tujuan pelaksanaan program IbM ini adalah: (a). Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para santri tentang pertanian vertikultur; (b). Melatih dan mendampingi para santri dalam pembudidayaan sayur organik secara vertikultur. Metode pelaksanaan kegiatan adalah: menggunakan sistem penyuluhan dan penerapan langsung di lapangan mulai dari persiapan tanam, pembibitan, penanaman, pemeliharaan.

Laporan Kemajuan Tujuan pelaksanaan program IbM ini adalah: (a). Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para santri tentang pertanian vertikultur; (b). Melatih dan mendampingi para santri dalam pembudidayaan sayur organik secara vertikultur. Kegiatan ini dilakukan pada Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah dalam lingkup pesantren Sultan Hasanuddin Kabupaten Gowa. Metode pelaksanaan yang digunakan adalah: menggunakan sistem penyuluhan dan penerapan langsung di lapangan mulai dari persiapan tanam, pembibitan, penanaman, pemeliharaan taman sayur. Hal-hal yang telah dilaksanakan pada kegiatan pengabdian ini adalah pemberian materi mengenai sistem budidaya sayuran organik, konsep dasar teknik penanaman vertikultur dan cara merakit instalasi sistem vertikultur. Penyuluhan diikuti oleh sekitar 40 orang santri yang terdiri dari siswa Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Untuk kegiatan partisipatif berupa praktek akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya.

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Kelompok Wanita Tani Anggrek (Perbanyakan dan Aklimatisasi Anggrek Melalui Kultur Jaringan Skala Rumah Tangga serta Budidayanya). Permasalahan kekinian adalah pengetahuan dan keterampilan masyarakat di lokasi mitra tentang budidaya anggrek yang baik dan benar masih sangat terbatas. Salah satu tujuan dari kegiatan ini yaitu meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kelompok mitra dalam melakukan perbanyakan anggrek melalui teknik kultur jaringan tanaman skala rumah tangga, dan aklimatisasi serta budidayanya.. IbM ini dilaksanakan di Desa Adatongeng, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Pengabdian ini berlangsung selama 6 bulan dari Juni sampai November 2014. Setelah mengikuti kegiatan ini, Seluruh peserta merasa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang kultur jaringan dengan cukup baik sehingga 80% dari mereka merasa mampu mempraktikkan perbanyakan dan aklimatisasi anggrek serta budidayanya. Kelompok mitra merasa pelatihan perbanyakan dan aklimatisasi anggrek melalui kultur jaringan skala rumah tangga lebih mudah dipahami dan mereka merasa lebih mudah mendapatkan alat dan bahan yang digunakan sehingga mampu merubah mind set peserta yang sebelumnya menganggap kultur jaringan membutuhkan biaya yang mahal. Peserta berharap adanya penyuluhan dan pendampingan secara kontinyu sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan perbanyakan anggrek melalui teknik kultur jaringan tanaman skala rumah tangga, dan aklimatisasi serta budidayanya. Sehingga mereka dapat menyediakan bibit anggrek (asal anggrek botolan) yang telah mengalami perlakuan aklimatisasi atau adaptasi tanaman oleh kelompok mitra yang kemudiaan diharapkan terbentuknya jiwa wirausaha di kalangan kelompok mitra atau anggotanya yang mengembangkan tanaman anggrek sebagai usaha budidaya dan perbanyakan tanaman skala komersil.

PENGENALAN BIOTEKNOLOGI TANAMAN SECARA SEDERHANA PADA SISWA JURUSAN IPA SERTA GURU BIOLOGI SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS Rinaldi Sjahril1), Muh. Riadi 1), Feranita Haring 1), Muh. Danial Rahim 2), Novaty Eny Dungga1), Rafiuddin1), Nurlina Kasim1), Amirullah Dachlan1), Asmiaty Sahur1) 1Jurusan Budidaya Pertanian, 2Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar Abstrak Permasalahan kekinian pada topik bioteknologi dari mata pelajaran Biologi di SLTA/SMA adalah kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik di tingkat SMA saat ini belum memahami mengenai bioteknologi. Untuk itu, program pengabdian tentang pengenalan bioteknologi tanaman secara sederhana pada siswa jurusan IPA serta guru biologi sekolah lanjutan tingkat atas bertujuan untuk 1) Menyebarkan perkembangan bioteknologi tanaman khususnya pemahaman tentang Bioteknologi Kultur Jaringan dan DNA dan 2) Memberikan tambahan wawasan dan kemampuan kepada guru biologi SMA agar lebih kreatif dalam pengembangan pendidikan yang berkaitan khususnya bioteknolgi Tanaman. Pengabdian ini dilaksanakan di dua sekolah yaitu SMA Negeri 4 Bantimurung yang terletak di Kabupaten Maros dan Madrasah Aliyah Pesantren Sultan Hasanuddin Bajeng yang terletak di Kabupaten Gowa. Pengabdian berlangsung selama 4 bulan dari Mei sampai September 2014. Hampir seluruh peserta belum pernah mengikuti pelatihan bioteknologi secara sederhana, walaupun semua peserta dari MA dan 70% peserta SMA yang mengaku sudah pernah mendengar istilah bioteknologi. Terdapat 75% peserta MA dan 65% peserta SMA menyatakan bahwa pengenalan bioteknologi secara sederhana lebih mudah dipahami dan mereka merasa lebih mudah mendapatkan alat dan bahan yang digunakan sehingga mampu merubah mind set peserta yang sebelumnya menganggap isolasi DNA dan kultur jaringan membutuhkan biaya yang mahal. Setelah mengikuti kegiatan ini, Seluruh peserta merasa memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang isolasi DNA dan kultur jaringan dengan cukup baik sehingga 80% dari mereka merasa mampu mempraktikksn isolasi DNA dan kultur jaringan secara mandiri. Peserta berharap adanya penyuluhan dan pendampingan secara kontinyu sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang bioteknologi khususnya Isolasi DNA dan Kultur Jaringan. Kata kunci : bioteknologi, kultur jaringan, jurusan IPA, siswa SMA ???

To produce good and beautiful chrysanthemum pot with medium crown???s height along with uniform and unified flowers, it is needed to apply growth inhibitor substance to suppress plant growth, namely Paclobutrazol. Therefore, an experiment was carried out at Seedling Farm of Agriculture and Forestry Faculty from February 2006. It was set up in a 2-factor randomized complete block design. First factor was Paclobutrazol concentrations consisting of 50, 100 and 150 mg L-1 water. Second one was frequencies of Paclobutrazol application, i.e. 1, 2 and 3 times. Paclobutrazol concentration of 50 mg L-1 gave highest number of leaf, earliest flowering time, highest number of flower, flower diameter and longest flower durance. One-time of Paclobutrazol application gave highest number of leaf, earliest flowering time, highest number of flower and flower diameter.