Di Kelurahan Bukaka, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan terdapat industri pembuatan batu bata dengan bahan baku tanah liat (lempung), yang dikelola oleh masyarakat setempat secara turun-temurun dan telah berlangsung selama puluhan tahun. Berdasarkan hasil obsevasi lapangan, diidentifikasi masalah bahwa produk yang dihasilkan secara umum belum memenuhi standar kualitas batu bata yang baik, yang ditetapkan dalam Standar Industri Indonesia. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah melakukan serangkaian pengujian laboratorium untuk mengetahui dan memberikan rekomendasi peningkatan kualitas bahan baku (tanah liat) maupun produk batu bata yang dihasilkan, agar dapat memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan. Metode-metode pekerjaan laboratorium yang dilakukan meliputi analisis mineralogi (XRD) dan kimia (XRF) pada sampel-sampel lempung, serta uji dimensi, uji bakar, warna, kadar garam, daya serap, kuat tekan, dan uji dering pada sampel-sampel batu bata. Hasil pengujian menunjukan bahwa material lempung bahan baku gerabah tersusun oleh mineral felspar, kuarsa, kaolinit, dan kalsit; dengan kandungan besi yang tinggi (Fe2O3 mencapai 8,85%), sehingga direkomedasikan untuk dilakukan penurunan kadar dengan metode magnetic separator. Dimensi batu bata yang diproduksi jauh melebihi standar kualitas, sehingga disarankan untuk melakukan peningkatan ukuran, terutama dari segi lebar dan tebal. Dari segi pembakaran, direkomendasikan untuk ditingkatkan temperatur dan durasinya, agar kualitas batu bata yang dihasilkan lebih bagus/kuat. Batu bata juga memiliki daya serap yang rendah, hanya sekitar 0,5-0,6 gr/dm2/menit, sehingga perlu penanganan yang lebih baik pada saat penyampuran material bahan bakunya. Hasil uji kuat tekan batu bata menunjukkan nilai rata-rata 24,47 kg/cm2, yang mengindikasikan batu bata Kelas 25 (SII-0021-78), dengan bunyi dering yang bagus.