Search

Gagasan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan persepsi tentang pentingnya keterampilan mengajar mahasiswa PPL Prodi Tadris Biologi UINSU Medan. Artikel konsep ini disusun berdasarkan hasil observasi ke salah satu sekolah tempat Mahasiswa melaksanakan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL), wawancara dengan salah seorang guru pamong, dan study pustaka mengenai kajian konsep keterampilan dasar dalam mengajar biologi di tingkat MA. Berdasarkan pembahasan isi artikel ini maka disimpulkan bahwa keterampilan mengajar mahasiswa PPL Tadris Biologi UINSU Medan dapat dikatakan telah teraplikasikan apabila sebagian besar keterampilan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh mahasiswa PPL, mulai dari membuka dan menutup pelajaran hingga mengajar didalam kelas. Sehingga disarankan penulis sebagai bahan pertimbangan ke depan, yaitu kepada mahasiswa yang hendak melaksanakan PPL sebaiknya meningkatkan kemampuan dalam memahami keterampilan dasar mengajar. Mahasiswa sebaiknya mempersiapkan diri baik fisik, psikis dan materi agar tidak kesulitan saat mengajar di depan kelas dan membiasakan diri untuk berinteraksi dengan baik, dosen-dosen Tadris Biologi hendaknya memperkaya ilmu pengetahuan mahasiswa dalam memahami Biologi dasar atau lebih berkaitan dengan materi tingkat MA, dan kepada guru pamong sebaiknya memberikan nilai yang objektif kepada mahasiswa sesuai dengan yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPL.

Indonesia’s tropical peatlands are one of the world’s largest carbon sinks, and they are facing the threat of extensive degradation and conversion. The Indonesian government is committed to peat restoration. However, restoration is still a costly, top-down approach lacking community participation, and is focused on the 3R scheme (rewetting, revegetation, and revitalization). Peatland restoration businesses are part of the innovative effort to finance this endeavor. Unfortunately, there is not much information available about the pre-conditions required to create a restoration business. This study seeks to understand the enabling conditions for the development of peatland restoration, with a focus on the tamanu oil business, and to assess whether the same situation might apply in the context of the restoration of degraded peatland. PEST analysis is used to describe the macro-environmental factors of the tamanu oil business and its development opportunities in degraded peatlands. Tamanu oil-based peat ecosystem restoration businesses offer good prospects because of the growing it has grown the bioenergy and biomedical markets, and they can cover a larger area of degraded peatland landscape. For tamanu oil businesses to succeed in peat ecosystem restoration, we recommend that policy documents at various levels include tamanu as a priority commodity for peatland restoration and alternative community businesses, followed by planting programs by all stakeholders. The government and social organizations must take positions as initiators and catalysts, establish a significant number and extent of pilot tamanu plantations, and create a mutually supportive business climate between entrepreneurs and peatland managers.

Land preparation may affect the infestation of pests and diseases. This study aimed to find out the dynamic of pests and diseases infestation in the bambang lanang stand based on land preparation techniques. Land preparation was done by total clearing, path clearing and circle clearing. Percentage attack and intensity attack of pests and disesases were carried out over two years. Pest infestation was found by Graphium agamemnon L. (Papilionidae; Lepidoptera), Sorolopha cumarotis (Tortricidae; Lepidoptera), and leaf minner. Diseases infestation was found by Colletotrichum sp., Cercospora sp. and Curvularia sp. Pests and diseases infestations tended to go down on all land preparation treatments, in line with the increase of plant age. The lowest plant damage was found in total clearing treatment. Keywords: Diseases, land preparation, pest, Michelia champaca ABSTRAK Penyiapan lahan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan serangan hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika serangan hama dan penyakit pada tegakan bambang lanang berdasarkan teknik persiapan lahan yang sudah dilakukan. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara tebas total, jalur dan cemplongan. Pengamatan persentase dan intensitas serangan hama penyakit dilakukan selama 2 tahun. Hama yang ditemukan adalah ulat daun Graphium agamemnon L. (Papilionidae; Lepidoptera), ulat pelipat daun Sorolopha cumarotis (Tortricidae; Lepidoptera) dan ulat pengorok daun. Penyakit yang ditemukan adalah bercak daun yang disebabkan Colletotrichum sp., Cercospora sp. dan Curvularia sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit cenderung menurun pada semua perlakuan penyiapan lahan sejalan dengan peningkatan umur tanaman. Perlakuan teknik penyiapan lahan secara total memiliki tingkat kerusakan tanaman yang paling rendah. Kata kunci: Bambang lanang, hama, penyakit, penyiapan lahan

Sustainable peatland management practices such as paludiculture are crucial for restoring degraded peatland ecosystems. Paludiculture involves wet cultivation practices in peatland and can maintain peat bodies and sustaining ecosystem services. However, information about paludiculture effects on tropical peatlands is limited in the literature. Therefore, this study aimed to analyse the effectiveness and progress of paludiculture projects in supporting peatland ecosystem restoration in Indonesia that uses approaches of soil rewetting, revegetation of peat soil/forest, and the revitalisation of rural livelihoods around peatlands. We obtained qualitative and quantitative data from field measurements, observations, document reviews, spatial data from open-source web applications, and interviews with key stakeholders in two projects (agri-silviculture and agro-sylvofishery) that adapt paludiculture principles to Indonesia’s South Sumatra Province. We found that the limited use of paludiculture principles in both projects has a different contribution to peatland restoration. The agri-silviculture project has been utilising jelutung (Dyera polyphylla), ramin (Gonystylus bancanus), and balangeran (Shorea balangeran) for (forest) revegetation. These species are 3 of the 534 paludiculture species that are adaptive to peat soils and tolerant to acidic conditions and inundation. The revegetation resulted in effective results that supported peatland restoration despite the delayed application of rewetting activities in the initial phase of the project. Additionally, in the agro-sylvofishery project, trade-offs between soil rewetting to maintain high peat water tables and the need to provide short-term economic benefits for local communities through horticulture and fishery practices were noted. During the 2019 El Nino, the involvement of a closed-loop canal to support fishery practices appeared to contribute to affecting the water table, which was also influenced by the open canals dug in nearby palm oil plantations.

Alstonia angustiloba (pulai darat) adalah salah satu jenis pulai di antara beberapa jenis Pulai yang banyak dikembangkan di Provinsi Sumatra Selatan. Oleh karena jenis ini termasuk ke dalam jenis cepat tumbuh maka pengembangan jenis berskala besar akan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perkembangan hama dan penyakit pada tanaman pulai darat A. angustiloba dengan berbagai perlakuan jarak tanam di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kemampo, Sumatera Selatan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 (enam) perlakuan jarak tanam (2 x 2 m; 2 x 4 m; 3 x 2 m; 3 x 2,5 m; 3 x 3 m; 3 x 4 m) dan masing perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan secara sensus, dengan variabel pengamatan berupa gejala kerusakan, jumlah tanaman yang terserang dan skore tingkat kerusakan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 3 x 4 m merupakan jarak tanam yang efektif dalam menekan perkembangan hama kumbang Cycnotrachelus sp. dan patogen Cephaleuros sp. pada tanaman pulai darat pada tahun ke tiga setelah penanaman. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh terjadinya penurunan persentase serangan sebesar 0,57% dan penekanan intensitas serangan hama kumbang sebesar 2,48% serta penyakit patogen sebesar 8,44%.

Restoration through re-vegetation activities is one of the solutions to recover degraded peatlands quickly. Shorea balangeran is one of the most promising species of Dipterocarpaceae that can be chosen for the degraded peatlands rehabilitation. The bagworm is one of the potential pests to damage the S. balangeran in Ogan Komering Ilir (OKI) regency. The objective of the study was to provide various information about bagworm insect pests on S. balangeran. Two measuring plots of 50 x 32 m laid on 2017 planted S. balangeran in agrosilvofishery based on integrated peat restoration pilot project. The variables observed were the number of attacked plants to calculate incidence and the number of attacked leaves in each observation unit (tree) using a scoring system to calculate the intensity. The data obtained were analyzed by descriptive quantitatively. The results showed that there were two species of bagworm in S. balangeran. The incidence of both bagworms was quite high, but the intensity of damage was still relatively mild. However, control measures for bagworms still need to be carried out.

Disease in degenerative metabolic group requires a long-term treatment. Treatment is done with synthetic drugs which in the long run can cause side effects. Hence, people start looking for alternative treatments using ingredients from nature. Medicines from natural ingredients are also considered to have almost no harmful side effects. One type of plants that has been used by community for generations and is believed to be effective in treating ulcer disease is Glochidion sericeum. However, exploitation of the tree bark, caused the trees to languish and eventually die. So far, there has been no scientific research on the content of active ingredients and biological activity of G. sericeum, as well as the cultivation effort. This research aims to determine content of active ingredients and the efficacy of the tree leaves as herbal medicinal ingredients. The methods used in this study are: 1) Sample preparation, samples are taken from Sukaraja village, Ulu Krui sub-district, Pesisir Barat district, Lampung Province; 2) Quantitative phytochemical screening and 3) Tests of biological activities namely antidiabetic and antihyperlipidemia (anticolesterol) were carried out at the Biochemistry Laboratory, Faculty of Medicine, Lambung Mangkurat University, Banjar Baru, South Kalimantan. The test results showed that the water extract of G. sericeum leaves contained a flavonoid, steroids, tannins, alkaloids and saponins. Based on results of biological activity test, the leaves of G. sericeum have efficacy as an antidiabetic and an anticholesterol.

Tembesu (Fagraea fragrans Roxb) merupakan salah satu jenis tanaman lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan di daerah Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung, karena jenis ini merupakan jenis asli di daerah tersebut dan mempunyai keunggulan baik dari sisi ekologi maupun nilai ekonominya. Namun dalam pengembangannya dijumpai adanya serangan hama rayap yang dikhawatirkan akan membahayakan tanaman. Oleh karena itu perlu dukungan riset, karena sampai saat ini laporan tentang jenis rayap yang menyerang tembesu dan pengendaliannya belum ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis rayap yang ditemukan menyerang tanaman tembesu di kebun percobaan Way Hanakau, Lampung Utara adalah rayap Nasutitermes matangensis (Isoptera; Termitidae). Rayap ini termasuk hama yang cukup penting karena berpotensi menyebabkan kerugian secara ekonomis dan menurunkan target pembangunan hutan tanaman tembesu.

Nicolaia atropurpurea (Zingiberaceae) secara tradisional telah digunakan oleh masyarakat lokal untuk melindungi tanaman budidaya dan hutan tanaman dari serangan hama. Namun penggaliannya secara ilmiah terhadap potensinya sebagai sumber insektisida nabati belum pernah diteliti, sehingga sejauh mana toksisitas ekstrak daun N. atropurpurea ini belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk tujuan tersebut. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahapan percobaan, yaitu: Percobaan 1, pengujian cara ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan terhadap toksisitas ekstrak daun N. atropurpurea dengan metode kontak. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 6 taraf konsentrasi. Percobaan 2, pengujian toksisitas (nilai LC 50 dan LC 95 ) ekstrak etil asetat daun N. atropurpurea dengan metode kontak. Percobaan menggunakan RAL dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 6 taraf konsentrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun N. atropurpurea yang diaplikasikan dengan metode kontak bersifat toksik terhadap larva Spodoptera litura instar ketiga. Ekstrak yang paling toksik dihasilkan dari ekstraksi maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut etil asetat dengan nilai LC 50 dan LC 95 sebesar 0,18% dan 0,54%.

Penelitian efikasi beberapa bioinsektisida dan kombinasinya terhadap serangan hama ulat kantong Pagodiella sp. pada bibit mangrove dilakukan di persemaian Kebun Percobaan Kemampo, Sumatera Selatan dari bulan Desember 2001 sampai Maret 2002. Penelitian ini menggunakan rancangan tersarang ( nested design ) dalam pola acak lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari tiga tingkat interval penyemprotan tersarang dengan sebelas cara aplikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi insektisida mikroba B. thuringiensis var. kurstaki serotype 3a/3b dan B.t. var. kurstaki strain EG 2371 efektif dalam menekan serangan ulat kantong baik secara individual (pertambahan tingkat kerusakan masing-masing sebesar 8,98% dan 14,38%) maupun kombinasi (pertambahan tingkat kerusakan 11,36%). Aplikasi kombinasi insektisida mikroba B. t. var. kurstaki strain 3a/3b dengan ekstrak tanaman mimba juga efektif menekan serangan ulat kantong Pagodiella sp. (pertambahan tingkat kerusakan 14,92%). Kombinasi atau pencampuran kedua insektisida tersebut tidak menghasilkan efek sinergisme, sedangkan kombinasi antara insektisida botani mimba dan sirsak selain efektif menekan serangan ulat kantong Pagodiella sp., juga menghasilkan efek sinergisme.

Penyakit merupakan salah satu permasalahan dalam pembibitan jelutung (Dyera costulata Hook.f). Penelitian ini dilakukan di persemaian Balai Penelitian Kehutanan Palembang, Sumatera Selatan yang bertujuan untuk menginventarisasi jenis penyakit, mengidentifikasi jenis patogen penyebab penyakit dan faktor yang mendukung timbul dan berkembangnya penyakit tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit jelutung terserang patogen Pyrenochaeta sp. Jenis penyakit yang menyerang bibit jelutung yaitu bercak daun. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbul dan berkembangnya penyakit tersebut yaitu faktor lingkungan fisik. Identifikasi penyakit pada bibit jelutung (Dyera costulata Hook. F) di persemaian.

At present most of the peatland in the OKI district, South Sumatra was damaged by forest fires. One way to restore the condition and function of peatlands as before is to rehabilitate by replanting suitable species on peatlands. One of the obstacles to the planting success on peatlands is the presence of pests and diseases. This study aims to determine pests and diseases of forest plants in several locations of burned peatlands in South Sumatra. The method used in this study was a survey method by direct observation of sample plants. Parameters observed were species of insect pests and pathogen, incidence and intensity of the attack. The results showed that several insect pests and diseases were found on burned peatland in Ogan Komering Ilir district, South Sumatra and identified as Cycnotrachelus sp., Valanga nigricornis, bagworm, Daphnis hypothous, Macrophoma sp., Pestalotiopsis sp., and Cephaleuros sp. The highest incidence of bagworm attacks was on Shorea balangeran and categorized as very heavy damage. The highest intensity was occurred on Dyera lowii that were attacked by Cephaleuros sp. and was categorized as moderately heavy damage. Even though the pest and disease attacks brought no economic losses, they must be watched closely by continuous monitoring.

Saat ini permasalahan pada tanaman pulai yang paling krusial untuk segera dipecahkan adalah masalah serangan hama. Salah satu pemecahannya adalah penggunaan bioinsektisida dan penggunaan insektisida kimia secara benar dan bijaksana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi beberapa jenis insektisida terhadap hama C. glauculalis. Penelitian dilakukan di laboratorium perlindungan hutan Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (BP2HT) Palembang dan di areal hutan rakyat PT. Xylo Indah Pratama (XIP), Lubuk Linggau. Penelitian di lapangan dilakukan mulai bulan Mei sampai Agustus 2004. Hasil penelitian menunjukkan semua jenis insektisida yang digunakan efektif dalam menyebabkan kematian ulat C. glauculalis dalam skala laboratorium, namun hanya aplikasi insektisida mikroba secara campuran efektif dalam menekan serangan hama C. glauculalis dalam skala lapangan pada kondisi serangan ringan atau kepadatan populasi yang rendah. Serangan hama C. glauculalis tidak .mempengaruhi pertumbuhan tanaman pulai darat umur 1 tahun selama empat bulan pengamatan.