Search

Cellulolytic microbes produce cellulase enzymes that can degrade cellulose. Cellulolytic microbes are found in many habitats, including in cattle waste (bio-slurry), which is result of hydrolysis of cattle feed ingredients sourced from cellulose. Cellulase enzymes play a role in the process of hydrolyzing cellulose into glucose. This study aims to isolate cellulolytic microbes from bio-slurry and measure activity of cellulase enzymes in cellulolytic microbes isolated from bio-slurry. We are taking bio-slurry samples with 5 sample points and isolating the microbes in Carboxyl Methyl Cellulose (CMC) medium, cellulase enzyme activity qualitative test with Congo Red Assay, and perform quantitative test with the DNS Assay. Microbial isolates which shows positive results for cellulolytic activity in the qualitative test called SIIC1, SIIIC5, SIIC3. In the quantitative test can be seen based on Optical Density (OD) for cell lysate, SIIC1 0.298; SIIC3 0.186; SIIIC5 0.247; and a 0.332 for blank solution. Whereas supernatant obtain SIIC1 value of 0.237; SIIC3 0.212; SIIIC5 0.198; and 0.195 for blank solution. Based on the results, it can be concluded that the cellulolytic activity of microbes in bio-slurry based on OD values shows good results in supernatant, but it’s not significant enough in the cell lysate.

Penelitian ini tentang pemikiran Ali Hasjmy dalam konstalasi intelektualisme di Aceh dan latar belakang pemikiran politik Ali Hasjmy tentang Negara Islam serta relevansi pemikirannya tentang Negara Islam dengan pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Penelitian ini dirumuskan secara sistematis menguraikan masalah-masalah pokok, yaitu, pertama bagaimana posisi Ali Hasjmy dalam konstelasi intelektualisme di Aceh dan latar belakang pemikiran politiknya; Kedua, bagaimanakah pemikiran Ali Hasjmy tentang Negara Islam?; Ketiga, bagaimana relevansi, kontribusi dan implikasi pemikiran Ali Hasjmy tentang negara Islam dengan pelaksanaan syariat Islam di Aceh? Penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan pendekatan historis filosofis ini menggunakan data kepustakaan, observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian menunjukkan tiga varian intelektualisme di Aceh yakni sekular, tradisionalis dan modernis. Posisi Ali Hasjmy sendiri adalah modernis. Secara filosofis, ontologi pemikiran politik Ali Hasjmy terletak pada Wujud Mutlak yang menjadi sumber segala wujud lainnya. Secara epistemologis, sumber pemikiran politiknya adalah sintesa historis dari alur pemikiran politik Islam, khususnya dari praktik politik Nabi Nuhammad, Sahabat dan pemikir politik Islam seperti Al-Mawardi, Al-Ghazali, IbnTaimiyah dan Ibn Khaldun. Relevansi konsep Negara Islam menurut Ali Hasjmy dengan penerapan syariat Islam di Aceh terbagi empat bagian. Pertama, relevansi konsep Negara Islam dengan sistem republik dengan menjadikan nilai-nilai dasar Islam seperti keimanan dan kemanusiaan relevan dengan nilai dasar sebuah negara (Pancasila). Kedua, relevansi bidang kepegawaian dalam konsep Negara Islam dengan kriteria aparatur dalam sistem formalisasi syariat Islam dengan wewenang lebih besar dimiliki ulama dalam segala kebijakan yang dibuat aparatur negara. Ketiga, relevansi konsep Negara Islam tentang pembagian kekuasaan dengan struktur pemerintah Aceh dengan wewenang besar dimiliki lembaga-lembaga istimewa di Ace