Search

Zakat as one of the five pillars of Islam is the obligation of every Muslim who can afford it and is reserved for those who have the right to receive it. With a proper management, zakat is a potential resource that can be utilized for the progress and prosperity of society. In 2018, The Government of Riau Province established a Regional Regulation (Perda) on zakat but did not obtain a Register Number from the Minister of Home Affairs so that the Regional Regulations could not be enacted in regional papers. The purpose of this study was to determine the authority of the local government in making a Regional Regulation on zakat and the urgency of zakat management to be regulated by a Regional Regulation. This research is a normative juridical with a statutory approach. The data used is secondary data and analyzed qualitatively descriptive. Based on the discussion, it was found that the authority of the Regional Government in the field of Religion; namely Zakat, is only limited to proposing the formation of the National Amil Zakat Agency (BAZNAS) to the Minister, while the regulation of Zakat through Regional Regulations violates statutory regulations considering that the mandate of the formation of Regional Regulations is only related to the implementation of regional autonomy in the context of concurrent affairs. On the other hand, the management of zakat which is regulated by Perda as in Bengkalis Regency managed to make the receipt of zakat has increased compared to before the existence of Perda. The government is not consistent in conducting executive previews of the Regional Regulation (Perda) on Zakat, because the Province of West Nusa Tenggara (NTB) has a Perda on Zakat, that is No. 9 of 2015 as well as Bengkalis Regency has a Perda on Zakat, No. 3 of 2018 and received a Register Number from the Governor as a Representative of the Central Government. In the future, the Government must be consistent and equitable in conducting executive previews of the Regional

Tesis ini membahas Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Agama menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Secara regulasi zakat termasuk ke dalam salah satu urusan pemerintahan absolut di bidang agama yang merupakan kewenangan mutlak Pemerintah Pusat. Fenomena yang terjadi Pemerintah Daerah Provinsi Riau menyusun Perda tentang zakat tepatnya pada tahun 2018 tetapi Perda tersebut tidak mendapatkan Nomor Register dari Menteri Dalam Negeri sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Ranperda tersebut tidak dapat diundangkan dalam lembaran daerah. Namun, disaat yang sama Pemerintah Kabupaten Bengkalis membentuk Perda tentang zakat dan mendapat Nomor Register dari Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Masalah Pokok penelitian ini adalah bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah di bidang agama menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan apakah urgensi pengelolaan zakat diatur dengan peraturan daerah. Tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian kepustakaan menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam urusan agama yaitu memberikan bantuan berupa hibah dalam kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai upaya meningkatkan peran serta daerah dalam kehidupan beragama, misalnya MTQ. Selain itu, Pemerintah Daerah juga dapat berpartisipasi dalam kewenangan mutlak Pemerintah Pusat seperti dalam penyelenggaraan haji. Kepala Daerah dapat mengusulkan calon petugas haji daerah kepada Menteri Agama kemudian diseleksi oleh Menteri Agama. Dalam bidang zakat, Kepala Daerah dapat memberikan usul dalam pembentukan BAZNAS provinsi kepada Menteri Agama, namun jika pembentukan BAZNAS tidak diusulkan maka Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk dapat langsung membentuk BAZNAS provinsi. Dalam bidang pendidikan agama, diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota yang meliputi aspek operasional penyel

Pada penelitian yang berjudul Analisis Komunikasi Satuan Polisi Pamong Praja dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima di pasar Rakyat Soegih Belilas Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima yang melanggar peraturan daerah Indragiri Hulu. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan data primer dan sekunder dan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini adalah komunikasi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan pedagang kaki lima di Pasar Rakyat Soegih Belilas dalam melakukan penertiban Satuan Polisi Pamong Praja sudah melakukan penertiban yang sudah efektif dengan melakukan control setiap hari kepada Pedagang Kaki Lima. Seperti sosialisasi terlebih dahulu dengan memberikan surat peringatan kepada Pedagang Kaki Lima. Selain itu juga melakukan pendekatan persuasive kepada Pedagang Kaki Lima sehingga Pedagang Kaki Lima mau menerima dan mau menuruti perintah yang dilakukan oleh Satuan polisi Pamong Praja agar tidak berjualan di tempat yang dilarang oleh pemerintah. Faktor pendukung komunikasi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja menyediakan tempat untuk Pedagang berjualan, agar lebih teratur dengan melakukan sosialisasi kepada pedagang kaki lima dan memberikan surat peringatan. Sementara factor penghambatnya pedagang kaki lima tidak mendapatkan surat pemberitahuan yang di berikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sehingga pedagang tidak tau melakukan pelanggaran. Kata Kunci:Komunikasi Satuan Polisi Pamong Praja, Menertibakan Pedagang Kaki Lima